‘Omnibus Law’ Perpajakan Diharap Tingkatkan Penerimaan Pajak Nasional

04-02-2020 / BADAN ANGGARAN
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah (kiri) saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kadin dan APINDO di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 3/02/2020. Foto : Naifuroji/Man

 

Pemerintah tengah merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan Untuk Penguatan Perekonomian atau RUU Omnibus Law Perpajakan yang akan mengatur tentang pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn), pajak daerah dan retribusi daerah, dan ketentuan umum perpajakan (KUP).

 

Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah berharap RUU Omnibus Law Perpajakan ini bisa meningkatkan penerimaan perpajakan nasional. Hal tersebut disampaikan Said dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang dipimpin oleh Wakil Ketua Umum Raden Pardede dan Asosiasi Pedagang Indonesia (APINDO) baru-baru ini. 

 

Dalam rilisnya, Said mengatakan, RUU Omnibus Law Perpajakan sangat strategis untuk segera diselesaikan. Hal ini penting, mengingat penerimaan pajak nasional dalam APBN 2019 tidak mencapai target. Selain itu jelasnya RUU ini juga untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Selama ini, investasi terhambat berbagai faktor. Karena itu, Said berharap pemerintah mengawal mulai dari perizinan, financial closing, hingga bisnis berjalan.

 

DPR RI menurut Said, sudah siap membahas RUU Omnibus Law Perpajakan dengan pemerintah. Namun sampai saat ini, Pemerintah belum mengirimkan draf RUU Omnibus Law tersebut kepada DPR RI. “Kami di DPR sudah sangat siap, kapan pun Pemerintah mau menyampaikan draf RUU Omnibus Law bidang Perpajakan tersebut, kita membahasnya bersama,” tegasnya. 

 

Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini mengungkapan RUU Omnibus Law Perpajakan merupakan terobosan brilian. Setelah Tax Amnesty, praktis tidak ada lagi kebijakan yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan penerimaan perpajakan. “Karenanya, saya berharap RUU Omnibus Law bisa mendorong perbaikan regulasi, meningkatkan iklim investasi dan ujungnya mampu meningkatkan penerimaan perpajakan,” tegasnya.

 

Kendati demikian, Said mengingatkan agar pembahasan RUU Omnibus Law Perpajakan ini harus cermat dan hati-hati. Prinsipnya, tetap harus melindungi dunia usaha dalam negeri terutama sektor UMKM yang terdapat di daerah, untuk tumbuh dan berkembang. “Bagi kami tidak sekedar menambah penerimaan negara, tetapi juga bagaimana UMKM juga bisa jadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.

 

Dalam kesempatan RDP tersebut, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Moneter, Fiskal, dan Kebijakan Publik Raden Pardede mengatakan RUU tersebut akan menjadi pengungkit bagi Indonesia untuk bisa bersaing dari sisi perpajakan dengan negara lain.

 

“Kadin dan Apindo mendung RUU ini dan berharap bisa menata kembali sistem perpajakan nasional.  Apalagi, terdapat banyak sekali peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih,” turutnya.

 

Bagi dunia usaha, Omnibus Law Perpajakan ini akan memberikan kepastian berusaha. “Sehingga diharapkan kepatuhan dalam membayar pajak akan semakin meningkat,” pungkasnya. (rnm/es)

BERITA TERKAIT
Soroti Kelangkaan LPG 3 Kg, Banggar DPR Usul Perbaikan Penyaluran dan Operasi Pasar
03-02-2025 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mencermati situasi tentang kelangkaan LPG 3 Kg yang terjadi tengah...
Banggar DPR: Alokasi Anggaran Subsidi LPG 2025 Sangat Mencukupi
03-02-2025 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyoroti langkanya tabung LPG 3 Kg di tengah tengah...
Banggar Kasih Solusi Cespleng Antisipasi Risiko Kenaikan PPN Jadi 12 Persen, Apa Saja?
24-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah melakukan mitigasi resiko atas dampak kenaikan PPN...
Pertimbangkan Kondisi Ekonomi, Pemerintah Diberi Ruang Diskresi Batas Atas-Bawah Kenaikan PPN
24-12-2024 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI merespon terkait polemik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi...